Salam Lestari...
Gunung Raung adalah salah satu gunung dengan jalur pendakian terberat di pulau Jawa. Gunung Raung terkenal dengan puncak 17, puncak tusuk gigi dan puncak Sejati Raung. Tidak dipungkiri bahwa pendaki yang bisa menggapai sejati raung merasa bangga dan puas karena jalur menuju sejati Raung sangat berat dan memerlukan perlengkapan panjat, minimal Webbing. Selain tantangan berupa jalur yang berat dan alami, tingkat kesulitan gunung dan cara menggapai sejati Raung. Gunung Raung juga memiliki kawah yang indah, kawah tersebut mengeluarkan bunyi seperti suara meraung-raung, oleh karena itu gunung ini diberi nama gunung Raung.
Sejarah Gunung Raung
Gunung Raung
adalah sebuah gunung yang besar dan unik,dan Gn. Raung merupakan bagian dari
kelompok pegunungan Ijen yang terdiri dari beberapa gunung, diantaranya
Gn.Suket (2.950mdpl), Gn.Raung (3.332mdpl), Gn.Pendil (2.338), Gn.Rante
(2.664), Gn.Merapi (2.800), Gn.Remuk (2.092), dan Kawah Ijen. yang berbeda dari
ciri gunung pada umumnva di pulau Jawa ini. Keunikan dari Puncak Gunung Raung
adalah kalderanya yang sekitar 500 meter dalamnya, selalu berasap dan sering
menyemburkan api. G. Raung termasuk gunung tua dengan kaldera di puncaknya dan
dikitari oleh banyak puncak kecil, menjadikan pemandangannya benar-benar
menakjubkan. Selain itu gunung ini juga terletak di paling ujung pulau jawa
bahkan keindahan gunung ini dapat kita lihat dari pulau dewata bali, tepatnya
ketika kita berada di pantai Lovina Singaraja Bali Utara pada akhir siang atau
ketika sunset di Lovina Beach. Keindahan gunung raung ini akan terlihat indah.
Jajaran pegunungan di timur pulau jawa ini memiliki keindahan yang sangat unik.
Gunung ini terletak di Kab. Banyuwangi Jawa Timur. Gunungapi raksasa ini muncul
di sebelah timur dari suatu deretan puing gunungapi yang berarah baratlaut –
tenggara. Di Puncaknya terdapat sebuah kaldera yang berbentuk elips dan
terdapat kerucut setinggi kurang lebih 100 m dan menpunyai puncak 3.332 mdpl.
Keangkeran Gunung Raung sudah terlihat dari nama-nama pos pendakian yang ada, mulai dari Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin. Semua itu mempunyai sejarah tersendiri hingga dinamakan demikian. Pondok Sumur misalnya, katanya terdapat sebuah sumur yang biasa digunakan seorang pertapa sakti asal Gresik. Sumur dan pertapa itu dipercaya masih ada, hanya saja tak kasat mata. Di Pondok Sumur ini, saat berkemah,juga terdengar suara derap kaki kuda yang seakan melintas di belakang tenda. Selanjutnya Pondok Demit, disinilah tempat aktivitas jual-beli para lelembut atau dikenal dengan Parset (Pasar Setan). Sehingga, padaMore… hari-hari tertentu akan terdengar keramaian pasar yang sering diiringi dengan alunan musik. Lokasi pasar setan terletak disebelah timur jalur, sebuah lembah dangkal yang hanya dipenuhi ilalang setinggi perut dan pohon perdu. Pondok Mayit adalah pos yang sejarahnya paling menyeramkan, karena dulu pernah ditemukan sesosok mayat yang menggantung di sebuah pohon. Mayat itu adalah seorang bangsawan Belanda yang dibunuh oleh para pejuang saat itu. Tak jauh dari Pondok Mayit, adalah Pondok Angin yang juga merupakan pondok terakhir atau base camp pendaki. Tempat ini menyajikan pemandangan yang memukau karena letaknya yang berada di puncak bukit, sehingga kita dapat menyaksikan pemandangan alam pegunungan yang ada disekitarnya. Gemerlapnya kota Bondowoso dan Situbondo serta sambaran kilat jika kota itu mendung, menjadi fenomena alam yang sangat luar biasa. Namun, angin bertiup sangat kencang dan seperti maraung-raung di pendengaran. Karenanya gunung ini dinamakan Raung, suara anginnya yang meraung di telinga terkadang dapat menghempaskan kita didasar jurang yang terjal. Sebelah barat yang merupakan perbukitan terjal itu adalah lokasi kerajaan Macan Putih, singgasananya Pangeran Tawangulun. Di sini, juga sering terengar derap kaki suara kuda dari kereta kencana. Konon, pondok Angin ini merupakan pintu gerbang masuk kerajaan gaib itu. Konon, di perbukitan yang mengelilingi kaldera itulah kerajaan Macan Putih berdiri. Sebuah kerajaan yang berdiri saat gunung ini meletus tahun 1638. Pusatnya terletak di puncak Gunung Raung. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Pangeran Tawangulun. Beliau adalah salah-satu anak raja Kerajaan Majapahit yang hilang saat bertapa di gunung. Keberadaan kerajaan itu sedikit banyak masih memiliki hubungan yang erat dengan penduduk setempat. Misalnya bila terjadi upacara pernikahan di kerajaan, maka hewan-hewan di perkampungan banyak yang mati. Hewan-hewan itu dijadikan upeti bagi penguasa kerajaan. Konon, menurut masyarakat setempat, seluruh isi dan penghuni kerajaan Macan Putih lenyap masuk ke alam gaib atau dikenal dengan istilah mukso. Dan hanya pada saat tertentu, tepatnya setiap malam jum’at kliwon, kerajaan itu kembali ke alam nyata. Pangeran Tawangulun dipercaya merupakan salah satu suami dari Nyai Roro Kidul. Setiap malam jum’at itulah penguasa laut selatan mengunjungi suaminya. Biasanya, akan terdengar suara derap kaki kuda ditempat yang sakral. Suara tersebut berasal dari kereta kencana Sang Ratu yang sedang mengunjungi sang suami Pangeran Tawangulun. Bila mendengar suara tersebut lebih baik pura-pura tida.
Untuk mendaki G. Raung, paling mudah adalah dari arah Bondowoso.Dari Bondowoso terus menuju desa Sumber Wringin dengan menggunakan Colt melalui Sukosani. Perjalanan diawali dari desa Sumber Wringin melalui kebun pinus dan perkebunan kopi menuju Pondok Motor. Di Pondok Motor kita dapat menginap dan beristirahat, kemudian kita dapat melanjutkan perjalanan ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 9 jam. Dari Pondok Motor ke G. Raung, dimulai dengan melalui kebun selama 1 jam lalu pendakian memasuki hutan dengan sudut pendakian yang tidak terlalu besar yaitu sekitar 20 derajat. Hutan gunung ini terdiri dari pohon glentongan, arcisak, takir dan lain-lain. Setelah pendakian selama 2 jam atau sekitar 1300 - 1400 m pendaki akan menemukan jalan berkelok dan naik turun sampai ketinggian sekitar 1500 - 1600 m. Di daerah ini mulai terlihat pohon cemara lalu pendakian diteruskan menuju pondok sumur (1750 M). setelah itu pendakain akan mulai sulit dan sudut pendakian mulai membesar dan jalur pendakian kurang jelas karena hanya semak-semak dan kemudian terus mendaki selama 3 jam hingga dicapai Pondok Demit. Kemudian pendaki harus mendaki lagi selama sekitar 8 jam hingga dicapai batas hutan, yang dikenal dengan nama Pondok Mantri atau Parasan pada ketinggian sekitar 2900 - 3000 m. di tempat inilah pendakian beristirahat untuk berkemah. Perjalanan dilanjutkan melalui padang alang-alang (sekitar 1 jam perjalanan), selanjutnya menuju puncak Gunung Raung yang sedikit berpasir dan berbatu-batu. Dari tempat berkemah menuju puncak G. Raung, hanya diperlukan waktu sekitar 2 (dua) jam saja. Puncak G. Raung ini berada pada ketinggian 3.332 m dari permukaan laut dan sering bertiup angin kencang. Dari pinggir kawah tidak terdapat jalur yang jelas untuk menuju dasar kawah sehingga pendaki yang bermaksud menuruni kawah agar mempersiapkan tali temali ataupun peralatan lainnya untuk sebagai langkah pengamanan. Dalam perjalanan ke Puncak G. Raung, tidak ada mata air. Sebaiknya untuk air dipersiapkan di Sumber Wringin atau di Sumber Lekan. Untuk mendaki G. Raung tidak diperlukan ijin khusus, hanya saja kita perlu melaporkan diri ke aparat desa di Sumber Wringin. Keangkeran Gunung Raung sudah terlihat dari nama-nama pos pendakian yang ada, mulai dari Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin.
Salam Lestari...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar